Minggu, 24 November 2013

0 komentar


Terlihat asap membumbung dari kawasan industri di Aleppo setelah terjadi serangan artileri besar-besaran di kawasan tersebut
DAMASKUS, KOMPAS.COM - Sebanyak 11.420 anak tewas akibat konflik Suriah, termasuk korban penembak jitu (sniper). Anak-anak itu juga sering menjadi target eksekusi dan penyiksaan baik oleh petugas rezim Damaskus, milisi propemerintah, maupun pasukan kubu oposisi.

Demikian laporan terbaru yang dirilis Oxford Research Group (ORG) yang berbasis di London, Inggris, pada Sabtu (23/11). Dilaporkan, sebagian besar anak di Suriah yang tewas selama perang saudara, dan kini masih berkecamuk, akibat serangan bom dan granat di lingkungan mereka.

Suriah membutuhkan para pejuang terlatih yang bisa menyelamatkan warga sipil dari berbagai risiko yang mematikan. Laporan ORG bertajuk ”Stolen Futures—the Hidden Toll of Child Casualties in Syria” memeriksa data sejak konflik pecah pada Maret 2011 hingga Agustus 2013.

Dari sekitar 11.420 korban berusia maksimal 17 tahun terdapat 389 orang tewas akibat tembakan senjata oleh penembak jitu (sniper). Sekitar 764 anak korban eksekusi dan lebih dari 100 orang, termasuk anak-anak berusia satu tahun, telah disiksa.

Korban anak laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan anak perempuan, yakni sekitar 2 : 1. Menurut ORG, anak laki-laki berusia 13-17 tahun paling banyak menjadi korban dari pembunuhan yang ditargetkan itu.

Jumlah anak korban pembunuhan terbanyak terjadi di wilayah administrasi Provinsi Aleppo. Di wilayah provinsi ini ada 2.223 anak yang dilaporkan tewas akibat perang saudara itu.

Salah satu peneliti yang membuat laporan tersebut adalah Hana Salama. Dia mengatakan, bagaimana anak-anak tersebut dibunuh dan di mana mereka dibunuh amat tergantung pada keadaan di wilayah mereka, entah di rumah, di tengah komunitas mereka, atau di tempat lain.

”Bom menarget rumah dan komunitas mereka, atau saat anak-anak melakukan aktivitas harian seperti ketika mengantre makanan atau di sekolah,” kata Salama. ”Anak-anak terkena peluru tajam, target penembak jitu, dieksekusi, bahkan karena gas beracun, dan disiksa,” ujar Salama menambahkan.

Data ORG itu diperoleh dari kelompok-kelompok masyarakat sipil Suriah yang merekam berbagai kasus pembunuhan terhadap anak-anak. Data yang dilaporkan itu pun hanya meliputi korban yang namanya diketahui, serta kasus-kasus di mana penyebab kematian teridentifikasi.

Masih belum lengkap

ORG mengatakan, jumlah korban dilaporkan masih belum lengkap. Sebab, akses untuk mencapai beberapa daerah masih sangat sulit. Jumlah kematian yang dilaporkan itu masih sementara.

”Terlalu dini untuk mengatakan, laporan itu tinggi atau rendah,” kata ORG.

Konflik di Suriah telah memiliki ”efek bencana” yang luar biasa terhadap anak-anak. ORG menyerukan semua pihak untuk menahan diri dari tindakan yang menargetkan warga sipil dan bangunan seperti sekolah, rumah sakit, dan tempat ibadah.

Di antara rekomendasinya itu, ORG meminta akses dan proteksi bagi jurnalis dan relawan yang hendak merekam setiap kejadian di Suriah. Sekitar 120.000 orang tewas akibat konflik Suriah yang telah terjadi dalam dua tahun dan delapan bulan ini. Sekitar dua juta orang telah melarikan diri keluar Suriah dan separuh di antaranya adalah anak-anak.

Sementara itu, tujuh oposisi yang selama ini berperang melawan rezim Presiden Bashar al-Assad bergabung menjadi satu kekuatan. Mereka sepakat membentuk satu gerakan besar, Gerakan Islam, yang bertujuan untuk mendirikan negara Islam.

Gerakan itu meliputi kekuatan militer dan sosial dan menamakan dirinya Front Islam. Tidak diketahui pasti apa perbedaan kelompok ini dengan kelompok oposisi lainnya, seperti Koalisi Nasional Suriah (SNC).

Juru bicara Front Islam, Abu Harith, mengatakan, faksinya merupakan bentuk alternatif dari SNC. Mereka menilai SNC tidak mementingkan keinginan rakyat. (BBC/AFP/REUTERS/CAL)
0 komentar

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Abraham Samad membantah, jika KPK memberikan perlakuan istimewa ketika memeriksa Wakil Presiden Boediono. Menurutnya, KPK selalu memberikan perlakuan yang sama terhadap siapa saja yang akan diperiksa baik itu pejabat tinggi maupun masyarakat biasa. "Di dalam hukum kita menganut prinsip equality before the law, justice under law. Jadi ini bukan diskriminasi," kata Abraham di Kejagung menjawab pertanyaan wartawan terkait pemeriksaan Wakil Presiden Boediono, Senin (25/11/2013). Seperti diketahui, KPK memeriksa Boediono terkait kasus dugaan korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, Sabtu (23/11/2013) kemarin. Boediono sendiri diperiksa penyidik di Kantor Wapres. KPK, kata Abraham, memiliki alasan tersendiri sehingga harus memeriksa Boediono di kantornya. Salah satu alasannya yakni terkait persoalan protokoler kepresidenan. Selain itu, Abraham menambahkan, KPK lebih memilih menjemput bola untuk memeriksa Boediono agar penanganan kasus Century ini dapat segera diselesaikan sesuai harapan masyarakat. "Kalau kita menunggu kesiapan kapan Pak Boediono-nya baru ada waktu dan kesiapan protokoler itu lama. Oleh karena itu utnuk antisipasi keinginan masyarakat agar cepat maka kita merespon dengan segera memeriksa di tempat beliau," ujarnya. Lebih lanjut, Abraham menuturkan, sebelumnya KPK juga pernah memeriksa sejumlah saksi tanpa harus memanggilnya ke KPK, seperti mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang diperiksa di Amerika Serikat. "Kemudian kemarin Pak Jusuf Kalla juga demikian. Pak Jusuf Kalla kita tawarkan mau diperiksa di rumah atau kantor? Untuk memercepat proses pemeriksaan Pak Jusuf Kalla milih di kantor (KPK). Tidak ada diskriminasi," tandasnya. Seperti diberitakan, keterangan yang diminta penyidik KPK kepada Boediono fokus pada FPJP. Pertanyaan seputar krisis merupakan upaya penyidik KPK untuk mendapatkan gambaran akurat mengingat sebelumnya mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla, tidak melihat ada krisis. Mengenai kondisi krisis pada Oktober-November 2008, menurut Boediono, hal itu cukup mengancam perekonomian Indonesia. Kegagalan suatu institusi keuangan, sekecil apa pun, bisa menimbulkan dampak domino atau krisis sistemik. Saat itu Indonesia tidak menerapkan blanket guarantee yang menjamin semua deposito simpanan di bank sehingga langkah penyelamatan Bank Century menjadi satu-satunya cara agar tidak terjadi krisis sistemik. Boediono meyakini, langkah penyelamatan atau pengambilalihan Bank Century merupakan langkah yang tepat. Hal itu terbukti dengan situasi krisis yang dapat dilewati pada 2009 dan perekonomian Indonesia terus tumbuh. Bahkan, pada tahun 2012, pertumbuhan ekonomi menempati peringkat kedua dunia, di bawah China.

Minggu, 17 November 2013

0 komentar
Haiii Guys udah lma nih gue ga nyambangin nih blog, cieee udah gaul ndaak ? haha alaay yaaa ? okee kalo loeloe smua mau lihat yg alayalay, belum afdol kalo kagak lihat ni video :p happy watching yaaaak :D

Minggu, 10 November 2013

0 komentar
Tutorial Membuat Navigasi
 

Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com